Wahai sang Kholik,
kemana saya harus pergi. Apakah diri ini harus selalu mengikuti sang mentari
yang tidak pernah terbit dipagi hari.
Wahai sang ayah,
mengapa harapn ini selalu sia-sia. Apakah sang mentari hanyalah fiktif belaka
yang ada disetiap cerita legenda.
Wahai sang ibu,
kenapa diri ini selalu dirundung pilu. Apakah karena tidak punya qalbu sehingga
mentari tidak keluar karena malu.
Wahai sang guru,
apa yang harus kulakukan. Kenapa semua
ini dengan sulitnya kulupakan. Padahal semua instuisi ini dirasa sudah mampu
untuk bergerak sendirian.
Wahai sanak
saudara, apa salahku semua ini. Mengapa disetiap jalan selalu diselimuti arah
yang tabu sehingga sulit rasanya untuk maju.
Mungkin karena
rasa takabur yang menyelimuti jalan. “jawab sanak saudara”
Mungkin karena
rasa ego yang menutupi diri. “jawab sang guru”
Mungkin karena
rasa riya yang membuang qalbu. “jawab sang ibu”
Dan mungkin karena
rasa ujub yang kapan saja dapat menendang harapan. “jawab sang ayah”
“Maka bertaqwalah
pada Tuhanmu, laksanakan perintahnya serta jauhi larangannya” “jawab dalam
firman-Nya” sang Kholik.
Jadi, semua inilah
yang membuat diri ini sempat putus asa. Maka akan kuturuti semua perintah
Tuhanku. Sang maha kasih lagi maha penyayang.
Karena ingin
rasanya segenap jiwa, raga dan ilmu ini di tumpah darahkan kepada bangsa dan
tanah airku.
Supaya mereka bisa merasakan manis dari
pahitnya dan mudah dari sulitnya suatu perjuangan.
Maka dari itu
fikirkanlah dalam diri sendiri, bersihkanlah, sadarkanlah diri ini sebelum
menyadarkan orang lain.
Dengan begitu kita
bisa melihat terangnya mentari dari gelapnya malam.
Create By: Nurdin Akbar
0 komentar:
Posting Komentar